Hukum Perjanjian
I.
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah, rahmat dan salam untuk Muhammad Rasul pilihan, saya
sebagai penyusun makalah telah berhasil dalam Menyusun makalah dari mata kuliah
Aspek Hukum Dalam Ekonomi tentang materi SAP mengenai HUKUM PERJANJIAN , yang
dapat diselesaikan semata-mata atas kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang
berlimpah-limpah. Dalam makalah ini juga akan dipelajari atau membahas sebagian
tentang Hukum Perjanjian dan saya sedikit berupaya untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Hukum Perjanjian di
Indonesia.
Dasar hukum
perjanjian internasional adalah pasal 38 ayat 1 piagam mahkamah Internasional, yang menyatakan
perjanjian internasional harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang
menjadi anggota masyarakat internasional Perjanjian internasional adalah
sebagai sumber hukum internasional dengan alasan: Perjanjian internasional
lebih menjamin kepastian hukum, karena perjanjian internasional diadakan secara
tertulis Perjanjian internasioanl mengatur masalah-masalah bersama yang penting
dalam hubungan antara subjek hukum internasional.
B.
Rumusan Masalah
·
Pengertian
Hukum Perjanjian dan Hukum Perjanjian Internasional
·
Syarat
Sah Hukum Perjanjian
·
Macam
– Macam Hukum Perjanjian
·
Jenis
– Jenis Kontrak
C.
Tujuan
Penulisan
·
Untuk
Mengetahui dan Memahami Hukum Perjanjian
·
Untuk
Mengetahui Bagaimana Hukum Perjanjian tersebut dikatakan sah
·
Untuk
Mengetahui Macam – Macam Hukum Perjanjian
II. Pembahasan
A.
Pengertian
Hukum Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
“Suatu Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang
begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu
adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya menyangkut
sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata perbuatan
mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian
perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut
tujuan
e) Ada bentuk
tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat-
syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1.
syarat ada persetuuan kehendak
2.
syarat kecakapan pihak- pihak
3.
ada hal tertentu
4.
ada kausa yang halal
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Pengertian perjanjian internasional, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Konvensi Wina 1969, perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang
bertujuan untu mengadakan akibat-akibat hukum tertentu
2.
Konvensi Wina 1986, Perjanjian
internasional sebagai persetujuan internasional yang diatur menurut hukum
internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis antara satu negara atau
lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional, antarorganisasi
internasional.
3.
UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan
sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis
oleh pemerintah RI dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau
subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada
pemerintah RI yang bersifat hukum publik.
4.
UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat
secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
5.
Oppenheimer-Lauterpact, Perjanjian
internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan.
6.
Dr. B. Schwarzenberger, Perjanjian
internasional adalah persetujuan antara subjek hukum internasional yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk
bilateral maupun multilateral. Adapun subjek hukum yang dimaksud adalah
lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
7.
Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmaja, S.H.
LLM, Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu.
Jadi, negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.
B. Syarat – Syarat Sah Hukum Perjanjian
Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :
·
Terdapat
kesepakatan antara dua pihak ;
·
Kedua
pihak mampu membuat sebuah perjanjian ;
·
Terdapat
suatu hal yang dijadikan perjanjian ;
·
Hukum
perjanjian dilakukan atas sebab yang benar.
Selain poin diatas, sebuah perjanjian dapat
dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini
merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan. ;
1.
Keinginan
Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti
bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman, maupun
segala hal yang berbau tipu daya.
2.
Kecakapan
dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus
dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan
tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara
lain anak – anak, orang cacat, dll
3.
Ada
Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus
bersifat nyata / tidak fiktif
C.
Macam
– Macam Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.
D.
Jenis
– Jenis Kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-Cuma.
Kontrak timbal balik merupakan
perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak
dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik,
kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur,
begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian
yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang
lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan
cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti
cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut
ialah :
- Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli..
- Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan
menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak
bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak
bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan
barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang,
perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah
kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini
belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam
kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim,
joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan
menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang
dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang
terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan,
kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus
dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang
dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau
dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan
lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan
dalam tulisan
Sumber :